Mohon lengkapi data di bawah ini sebelum melanjutkan.

harga pangan
Relaksasi Harga Beras Premium Berpotensi Kerek Pendapatan Petani
Admin
17 Maret 2024
19 kali dilihat
facebook twitter whatsapp
artikel
Relaksasi Harga Beras Premium Berpotensi Kerek Pendapatan Petani.

Petani di Jawa Timur menyambut positif kebijakan pemerintah yang merelaksasi harga eceran tertinggi beras kualitas premium dari Rp 13.900 menjadi Rp 14.900 per kilogram. Beleid itu diharapkan akan mengerek harga gabah hasil panen sehingga harganya tetap tinggi meskipun ada penurunan produksi jelang panen raya.

Wakil Ketua Kontak Tani Nelayan Andalan Jawa Timur Suharno mengatakan, rata-rata hasil panen petani padi tahun ini turun menjadi 4-5 ton per hektar. Hasil panen itu jauh lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang mencapai 6-7 ton per hektar.

Salah satu pemicu adalah mahalnya komponen biaya produksi, terutama harga pupuk yang berkali lipat tingginya karena ketiadaan pupuk bersubsidi. Hal itu berdampak pada tidak terpenuhinya kebutuhan pupuk tanaman padi sesuai dengan komposisi pemupukan berimbang.

”Karena kekurangan pupuk, tanaman tidak bisa tumbuh dan berkembang secara maksimal sehingga produksi padinya juga kurang bagus. Sekarang petani hanya dapat 4-5 ton gabah kering panen per hektar,” ujar Suharno, Selasa (12/3/2024).

Menurut dia, pendapatan petani saat ini cukup terkerek dengan harga gabah yang tinggi, yakni di atas Rp 7.000 per kg untuk gabah kering panen (GKP) atau Rp 7.100-Rp 7.300 per kg. Namun, harga gabah itu cenderung turun seiring datangnya musim panen raya.

Adanya kenaikan HET beras premium diharapkan petani akan mengerek harga gabah hasil panen. Setidaknya, penurunan harga gabah pada panen saat ini tidak terlalu tajam sehingga harga yang diterima petani tetap tinggi, yakni Rp 7.000 per kg kering panen.

Suharno mengatakan, dengan harga gabah kering panen Rp 7.000 per kg, petani bisa menikmati keuntungan sebab biaya produksi padi saat ini juga tinggi. Dia mencontohkan, harga sewa lahan sawah, harga sarana produksi pertanian, serta biaya tenaga kerja terus meningkat. Selain itu, harga obat pembasmi hama juga mahal.

Subandi, petani di Sidoarjo, mengatakan, untuk saat ini petani lebih memilih menjual gabah basah hasil panen secara langsung kepada pedagang dibandingkan menjual dalam bentuk beras meskipun lebih menguntungkan. Hal itu dipicu kesulitan memproduksi beras karena faktor cuaca.

”Dengan kondisi hujan, bahkan banjir, di sejumlah daerah, petani terkendala untuk mengeringkan padi hasil panennya. Mayoritas petani merupakan petani gurem yang tak punya mesin pengering atau dryer,” kata Subandi.

Menurut dia, petani bisa menikmati harga beras kalau bisa menjual dalam bentuk beras. Padahal, saat ini petani pilih menjual gabah karena terkendala cuaca dan tingginya kebutuhan modal tanam. Ditambah lagi, kebutuhan belanja rumah tangga juga besar.

Pemerintah merelaksasi harga eceran tertinggi (HET) beras premium yang menyasar delapan wilayah di Indonesia. HET disesuaikan dengan kenaikan Rp 1.000 per kg dari sebelumnya sehingga untuk Pulau Jawa, Lampung, dan Sumatera Selatan, harga beras premium menjadi Rp 14.900 per kg dari sebelumnya Rp 13.900 per kg. Kebijakan berlaku pada 10-23 Maret 2024 atau selama dua pekan.

Tujuan relaksasi HET itu untuk menjaga stabilitas pasokan dan harga beras premium di pasar tradisional serta ritel modern. Kebijakan akan dievaluasi atau dikembalikan pada HET sebelumnya saat pasokan dan harga di tingkat konsumen kembali stabil.

Sumber: kompas.id

0 Komentar
?
TAGS
Pertanian
Bagikan:
facebook twitter whatsapp
Artikel Sebelumnya
Artikel Selanjutnya
Artikel Terkait
Lihat lebih banyak
Lentera DESA

Lentera DESA adalah platform edukasi dan pelatihan online di bidang agrokompleks (pertanian, perikanan, dan peternakan). Lentera DESA menyediakan ruang Diskusi untuk saling bertukar informasi dan menjalin relasi. Lentera DESA dikelola oleh Unit Sistem Informasi dan Media Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada


Copyright © 2021 | Lentera DESA
Beranda
Artikel dan Video
Informasi
Kontak