Pemerintah berencana mengimpor satu juta ton beras untuk untuk menjaga stabilitas pasokan dalam waktu dekat. Langkah itu bukti target pemerintah untuk mendiversifikasi pangan lokal sumber karbohidrat pengganti beras masih jauh. Beras menjadi sumber penyedia karbohidrat tertinggi dengan rata-rata konsumsi langsung rumah tangga pada tahun 2019 sebesar 94,9 kg per kapita per tahun. Diperlukan lebih kurang 2,5 juta ton beras per bulan untuk memenuhi kebutuhan tersebut.
Penyediaan beras untuk mengisi perut 269 juta penduduk Indonesia di tahun 2019 terus bertambah hingga diperkirakan mencapai 318,96 juta pada tahun 2045. Tentunya bukan hal yang mudah. Budidaya pangan dihadapkan oleh alih fungsi lahan produktif, perubahan iklim yang dapat menyebabkan kekeringan dan gagal panen, pandemi, serta krisis pangan global. Oleh karena itu, perlu dikembangkan sumber pangan alternatif yang lebih adaptif terhadap kondisi spesifik lingkungan dan sosial masyarakat untuk menjaga ketahanan pangan nasional. Berdasarkan Roadmap Diversifikasi Pangan 2020-2024, ada sejumlah makanan yang dapat dikonsumsi masyarakat selain beras, misalnya ubi kayu atau singkong, jagung, sagu, kentang, pisang dan talas.
Bila melihat tren konsumsi pangan sumber karbohidrat lokal untuk beberapa komoditas, seperti ubi kayu dan kentang, masih mengalami peningkatan walaupun tidak signifikan. Sedangkan konsumsi komoditas sagu, pisang dan jagung justru menurun.
Alumni penerima Beasiswa Gelar RISET-Pro Kemenristek/BRIN, Ahmad Fathoni, mendukung pemanfaatan ubi kayu sebagai pangan alternatif pengganti beras. Koordinator kegiatan kerjasama di Pusat Penelitian Bioteknologi LIPI ini menggandeng beberapa mitra untuk menanam singkong. Ada tiga instansi yang diajak kerjasama untuk meningkatkan ketersediaan ubi kayu di dalam negeri. Lembaga yang digandeng LIPI diantaranya Badan Perencanaan Penelitian dan Pengembangan Daerah (BP3D) Boyolali, Jawa Tengah.
Selengkapnya di https://risetpro.ristekbrin.go.id
(MP3_S)