Mohon lengkapi data di bawah ini sebelum melanjutkan.

regenerasi petani
Petani Muda Hilang Dalam Gelombang Sosial Media
Admin
5 Oktober 2023
68 kali dilihat
facebook twitter whatsapp
artikel
Petani Muda Hilang Dalam Gelombang Sosial Media.

Marilah sejenak meneropong ke masa lalu, ketika Soekarno menempatkan Marhaen - seorang buruh tani yang memiliki lahan tidak lebih dari sepertiga hektar sebagai Very Important Person yang harus diperhatikan kesejahterannya. Marhaenisme, anak ideologis Bapak Bangsa yang lahir sejak beliau menyadari bahwa pertanian adalah penopang pangan negara.

Sebagai Negara Agraris, Indonesia tentu menggantungkan kehidupan kepada sektor pertanian. Badan Pusat Statistik mencatat lahan panen padi pada tahun 2020 adalah 10,66 juta hektar, namun
terus mengalami penurunan setiap tahunnya. Berbanding lurus dengan data itu, jumlah petani pada tahun yang sama adalah 33,4 juta, dan secara konstan menyusut kian tahun. Bahkan, Bappenas memperkirakan pada tahun 2063 petani akan hilang sama sekali dari tanah Indonesia yang dijuluki "Gemah Ripah Loh Jinawi" ini.

Hal ini menjadi masuk akal, ketika petani didominasi oleh generasi tua dengan pendidikan seadanya. LIPI mencatat bahwa rata-rata usia petani di Indonesia adalah 52 tahun. Pemuda yang diharapkan menjadi ujung tombak ketahanan pangan seperti dikebiri oleh hingar bingar media sosial. Persentase pemuda yang bekerja pada sektor pertanian hanya 21 persen dari 64,50 juta total usia pemuda di Indonesia. Pemicu utama masalah ini adalah ketersediaan lahan, prestise sosial, dan rendahnya pendapatan bidang kerja pertanian.

Generasi Petani dan Krisis Negeri

Krisis generasi petani, sangat memungkinkan terjadinya berbagai persoalan terutama terkait ketahanan pangan. Generasi tua dengan pengetahuan seadanya tentu berdampak terhadap produktifitas hasil pertanian. Survey Badan Pusat Statistik menyebutkan bahwa dari total 38 juta petani di Indonesia, 25,6 juta diantaranya berpendidikan di bawah Sekolah Dasar. Menilik pada rendahnya pendidikan petani di Indonesia, maka akselerasi kedaulatan pangan yang dicita-citakan Pemerintah Indonesia akan semakin sulit untuk didorong.

Masanobu Fukuoka - Bapak Natural Farming Jepang, mengatakan "Bukannya teknik bertanam yang merupakan faktor yang paling penting, melainkan lebih kepada pikiran petaninya". Beriringan dengan berkurangnya produktifitas sektor pertanian, jumlah penduduk meningkat setiap tahunnya. Ketidakseimbangan hasil produksi dan kebutuhan konsumsi ini secara absolute mengganggu ketersediaan pangan di Indonesia. Sebab itu, krisis generasi petani
adalah langkah awal menuju krisis pangan negeri.

Berkurangnya generasi petani juga memicu permasalahan pada aspek lingkungan. Lahan-lahan pertanian yang terlantar karena tidak ada lagi yang menggarap bisa berubah fungsi menjadi lahan perumahan, industri, dan infrastruktur lainnya sehingga lahan-lahan pertanian akan semakin menyusut dan muncullah permasalahan ketidakseimbangan lingkungan.

Sumber:  setarajambi.org

0 Komentar
?
TAGS
Pertanian
RegenerasiPetani
PetaniMuda
Bagikan:
facebook twitter whatsapp
Artikel Sebelumnya
Artikel Selanjutnya
Artikel Terkait
Lihat lebih banyak
Lentera DESA

Lentera DESA adalah platform edukasi dan pelatihan online di bidang agrokompleks (pertanian, perikanan, dan peternakan). Lentera DESA menyediakan ruang Diskusi untuk saling bertukar informasi dan menjalin relasi. Lentera DESA dikelola oleh Unit Sistem Informasi dan Media Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada


Copyright © 2021 | Lentera DESA
Beranda
Artikel dan Video
Informasi
Kontak