Kesalahpahaman penggunaan pupuk organik seringkali dialami oleh petani. Berdasarkan hasil survei yang telah dilakukan, usahatani yang menggunakan pupuk organik dianggap sebagai usahatani pertanian organik. Padahal sistem pertanian organik tidak hanya mencakup penggunaan pupuk organik namun memerlukan persyaratan lain yang lebih spesifik. Petani juga seringkali hanya menggunakan salah satu jenis pupuk antara pupuk organik atau anorganik. Penggunaan pupuk organik saja akan membuat produktivitas tanaman menjadi rendah seperti halnya sistem pertanian input rendah atau LEISA (Low External Input Sustainable Agriculture). Sedangkan ketergantungan pada pupuk anorganik dapat merusak struktur tanah dan mengurangi aktivitas biologi tanah karena pupuk anorganik tidak menyediakan senyawa karbon yang berfungsi memperbaiki sifat fisik dan biologi tanah, serta tidak menyediakan unsur hara mikro. Pilihan yang tepat dalam penggunaan kedua jenis pupuk tersebut adalah dengan melakukan kombinasi antara keduanya. Pupuk organik bukan sebagai pengganti pupuk anorganik ataupun sebaliknya, tetapi sebagai komplementer satu sama lain sesuai dengan sistem Integrated Plant Nutrients Management System (IPNMS).
Pupuk organik dapat berasal dari bermacam-macam bahan dasar seperti sisa panen, kotoran ternak, sampah organik kota, dan limbah industri. Perbedaan bahan dasar tersebut mempengaruhi kandungan hara dan potensi bahaya yang ada dalam pupuk organik. Untuk itu sangat diperlukan aturan untuk menyeleksi penggunaan bahan dasar pembuatan kompos yang mengandung bahan-bahan berbahaya dan beracun. Meskipun kadar hara yang dikandung pupuk organik relatif rendah, pupuk organik memiliki peran yang penting dalam memperbaiki sifat fisik, kimia, dan biologi tanah.
Dalam praktiknya, kombinasi pupuk organik dengan pupuk anorganik yang tepat dan dapat meningkatkan produktivitas tanah serta tanaman padi adalah 1/4 pupuk organik dengan 3/4 pupuk anorganik NPK. Dosis optimum pupuk organik berbentuk granul dicapai pada dosis 883 kg/ha. Sedangkan dosis optimum pupuk organik berbentuk curah dicapai pada dosis 1000 kg/ha. Adapun pupuk organik berbentuk curah memiliki serapan hara N, P, dan K yang lebih tinggi dibandingkan pupuk organik berbentuk granul.
Pemberian pupuk organik juga dapat dilakukan dengan membenamkan jerami 5 ton/ha per musim selama 4 musim. Setelah 4 musim tanam, sumbangan hara dari jerami setara dengan 170 kg K, 160 kg Mg, 200 kg Si, dan 1,7 ton C-organik/ha yang sangat diperlukan bagi aktivitas mikroorganisme dalam tanah. Peningkatan stabilitas tanah juga dapat memperbaiki struktur tanah sawah yang memadat akibat penggenangan dan pelumpuran terus menerus. Tanah menjadi lebih mudah diolah dan sangat baik bagi pertumbuhan akar tanaman palawija yang ditanam setelah padi. Sedangkan apabila semua hara untuk padi dipenuhi dari pupuk kandang sapi, maka dengan kandungan hara pupuk kandang 0,65% N, 0,15% P, dan 0,3% K diperlukan sebanyak kurang lebih 19 ton/ha pupuk kandang sapi atau 8 ton/ha pupuk kandang ayam.
Dalam mendorong implementasi penggunaan pupuk organik, terdapat beberapa strategi yang dapat dilakukan, di antaranya adalah sebagai berikut.
-
Program-program pengembangan pertanian petani mandiri yang mengintegrasikan ternak dan tanaman CLS (Crop Livestock System), penggunaan tanaman legum serta bahan organik sisa panen
-
Pemberdayaan masyarakat dan kelompok tani dalam pengadaan pupuk organik melalui pelatihan pembuatan pupuk dari kotoran ternak dan sisa tanaman, diversifikasi usaha pertanian berbasis ternak, dan pengelolaan bahan organik sisa panen terutama pada lahan kering.
-
Fasilitas/insentif dari pemerintah berupa mikroba dekomposer dalam proses pembuatan kompos
Sumber:
Hartatik, W., dan Setyorini, D. (2012). Pemanfaatan Pupuk Organik untuk Meningkatkan Kesuburan Tanah dan Kualitas Tanaman. Dalam Prosiding Seminar Nasional Teknologi Pemupukan dan Pemulihan Lahan Terdegradasi Hal 571-582.
(ANS)