Mohon lengkapi data di bawah ini sebelum melanjutkan.

perikanan
Ini Teknologi RAS, Masa Depan Perikanan Budidaya Nasional
Admin
2 Oktober 2023
124 kali dilihat
facebook twitter whatsapp
artikel
Ini Teknologi RAS, Masa Depan Perikanan Budidaya Nasional.

Untuk mengerek tingkat produksi perikanan budi daya pada 2019, Pemerintah Indonesia terus mencoba berbagai teknologi yang bisa mendukung percepatan tersebut. Salah satu yang terus dikembangkan, adalah teknologi system budi daya sirkulasi ulang (recirculation aquaculture system/RAS) yang diyakini bisa mendorong percepatan produksi beragam komoditas yang ada.

Dirjen Perikanan Budi daya Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Slamet Soebjakto, Senin (17/6/2019) di Jakarta, pada 2019 Pemerintah menargetkan produksi perikanan budi daya bisa mencapai angka 19 juta ton. Angka tersebut, berasal dari sejumlah komoditas unggulan, terutama dari rumput laut. Saat ini telah tercapai produksi 4 juta ton selama triwulan I 2019.

Untuk mencapai target itu, menurut Slamet, KKP menggenjot produksi, menaikkan nilai ekspor, dan meningkatkan konsumsi dalam negeri. Semua tahapan tersebut, diyakini bisa dipenuhi dengan menggunakan teknologi terkini perikanan budi daya seperti RAS.

“Teknologi RAS merupakan teknologi yang tepat dalam meningkatkan produktivitas pembenihan ikan dengan mengefisiensikan penggunaan air dan lahan. Di samping itu, juga menciptakan usaha yang minim dampak negatif terhadap ekologi,” ungkapnya.

Menurut Slamet, teknologi RAS adalah teknologi pembenihan ikan intensif yang dapat diterapkan untuk berbagai jenis komoditas, baik tawar, payau, maupun laut. Dengan demikian, teknologi tersebut bisa menjadi solusi untuk mengatasi permasalahan kebutuhan benih ikan yang kerap kali terjadi dan dirasakan para pembudidaya ikan di seluruh Indonesia.

Slamet menerangkan, dibandingkan sistem konvensional, teknologi RAS memiliki keunggulan karena aman dari pencemaran yang terjadi di luar lingkungan perairan. Hal itu, membuat sanitasi dan higienitas menjadi lebih terjaga dan membuat teknologi tersebut menjadi ramah terhadap lingkungan.

“Selain itu, juga mudah dalam pemeliharaan dan stabilitas kualitas air lebih terjaga serta penggunaan air lebih hemat,” jelasnya.

 

Penggunaan teknologi RAS (recirculating aquaculture system) meningkatkan dan mengefisiensikan produksi perikanan budidaya. Foto : mat-ras.com

Pelopor Efisiensi

Mengingat banyak manfaatnya pada produksi perikanan budi daya, Slamet bertekad akan terus mengembangkan teknologi RAS untuk berbagai komoditas yang ada. Ditambah lagi, teknologi RAS memiliki kemampuan untuk mengendalikan hama dan penyakit, serta meningkatkan efisiensi pemanfaatan pakan.

“Sehingga pendapatan juga akan meningkat tajam,” sebutnya.

Salah satu keberhasilan implementasi teknologi RAS, dilakukan tim Balai Perikanan Budi daya Air Tawar (BPBAT) Tatelu, Sulawesi Utara, untuk mengembangkan pembenihan ikan gurame.

Kepala BPBAT Tatelu Fernando J Simanjuntak dalam rilis DJPB KKP, pekan lalu mengatakan penggunaan teknologi RAS ditujukan untuk meningkatkan padat tebar benih, kelangsungan hidup, keseragaman, dan laju pertumbuhan untuk memicu terjadinya peningkatan produksi. Untuk bisa mengejar tujuan tersebut, RAS diterapkan dengan memakai media seperti wadah pemeliharaan, tabung filter, lampu ultra violet (UV), reservoir dan heater, dan pompa air.

Fernando menjelaskan, penggunaan filter sebagai salah satu komponen RAS, berfungsi sebagai unit pembersihan dan perbaikan kualitas air, dan juga menjadi tempat berkembangnya bakteri pengurai amonik sisa pakan dan feses atau sisa metabolisme lainnya. Sementara, untuk wadah pemeliharaan benih, dapat disesuaikan dengan kebutuhan dan telah terintergrasi dengan sistem resirkulasi.

“Sedangkan reservoirheater dan pompa air berada di luar wadah pemeliharaan ikan,” tuturnya.

Dirjen Perikanan Budidaya KKP Slamet Soebjakto melihat penggunaan teknologi Recirculating Aquaculture System (RAS) saat meresmikan pusat pembenihan ikan laut terbesar dan modern di Ambon, Maluku. Foto : Ditjen Perikanan Budidaya KKP/Mongabay Indonesia

Prinsip dasar teknologi RAS di seluruh dunia memiliki kesamaan, yaitu memanfaatkan air sebagai media pemeliharaan secara berulang-ulang dengan mengendalikan beberapa indikator kualitas air agar tetap pada kondisi prima.

Dan BPBAT Tatelu telah memodifikasi teknologi RAS sesuai kondisi yang ada untuk menekan biaya menjadi lebih murah dengan menggunakan peralatan produksi dalam negeri.

“Tujuannya sudah jelas, produk dalam negeri bisa menekan biaya dari sisi investasi,” jelasnya.

Fernando membandingkan dengan sistem konvensional dengan padat tebar benih hanya 0,2 ekor per liter, pendederan ikan gurame dengan teknologi RAS bisa mencapai padat tebar hingga 28–30 ekor per liter. Sementara, jika menggunakan sistem konvensional padat tebar hanya 0,2 ekor per liter. Keuntungan lainnya, masa pemeliharaan benih menjadi relatif lebih pendek yaitu pada usia 30 hari telah mencapai ukuran 2–4 cm.

“Dengan tingkat kelulusan hidup mencapai 95 persen dan tingkat keseragaman ukuran hingga 90 persen,” sebutnya.

Dibandingkan sistem konvensional, waktu pemeliharaan relatif lebih panjang karena mencapai minimal 50 hari, dengan tingkat kelulusan hidup hanya 60 persen dan keseragaman ukuran 80 persen saja. Kemudian, keunggulan lain dari RAS, adalah produktivitas naik hingga 140 kali lipat dibandingkan sistem konvensional.

Sumber:  mongabay.co.id

0 Komentar
?
TAGS
Perikanan
TeknologiRAS
Bagikan:
facebook twitter whatsapp
Artikel Sebelumnya
Artikel Selanjutnya
Artikel Terkait
Lihat lebih banyak
Lentera DESA

Lentera DESA adalah platform edukasi dan pelatihan online di bidang agrokompleks (pertanian, perikanan, dan peternakan). Lentera DESA menyediakan ruang Diskusi untuk saling bertukar informasi dan menjalin relasi. Lentera DESA dikelola oleh Unit Sistem Informasi dan Media Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada


Copyright © 2021 | Lentera DESA
Beranda
Artikel dan Video
Informasi
Kontak