Mohon lengkapi data di bawah ini sebelum melanjutkan.

teknologi pascapanen
Teknologi Penanganan Pascapanen untuk Menghasilkan Benih Kedelai Berkualitas
Admin
21 Januari 2022
85 kali dilihat
facebook twitter whatsapp
artikel
Teknologi Penanganan Pascapanen untuk Menghasilkan Benih Kedelai Berkualitas.

Permasalahan yang sering dialami selama penanganan pascapanen adalah susut mutu (viabilitas) sejak proses pemanenan, penyimpanan dan pendistribusian. Salah satu produk pertanian yang mengalami viabilitas cukup besar saat penanganan pascapanen adalah benih kedelai. Kehilangan hasil kedelai yang dipanen pada kadar air tinggi (30-40%) sebesar 15.5%, sedangkan yang dipanen pada kadar air rendah (17–20%) sebesar 10%. Disamping kehilangan hasil secara fisik (kuantitas), susut mutu (kualitas) benih kedelai dalam penanganan pascapanen juga cukup tinggi yaitu 2.5–8.0%. Penurunan susut mutu tersebut disebabkan oleh benih kedelai yang mudah rusak dan cepat turun daya tumbuhnya. Untuk mempertahankan kualitas benih kedelai agar mendekati seperti pada waktu panen dan mengurangi kehilangan hasil, diterapkan teknologi penanganan pascapanen kedelai.

Pada saat pemanenan, dilakukan penentuan waktu dan cara panen yang tepat. Panen kedelai hendaknya dilakukan pada saat sekitar 95% polong telah berwarna coklat (warna polong masak) dan sebagian besar daun sudah rontok serta kadar air biji dibawah 18%. Umur tanaman kedelai (sesuai dengan deskripsi varietas) juga dapat dijadikan pedoman saat panen yang optimal. Adapun cara pemanenan dapat dilakukan dengan sabit bergerigi melalui pemotongan pangkal batang serta alat panen penggerak traktor tangan Model Thailand.

Selanjutnya pada proses pengeringan, dapat dilakukan dengan cara melewatkan udara panas dan kering ke dalam tumpukan kedelai sampai kadar air siap dirontok, atau ke dalam tumpukan biji sampai kadar air biji siap disimpan. Pengeringan juga dapat dilakukan dengan penjemuran dibawah sinar matahari dan mesin pengering buatan khususnya jenis box dryer. Adapun ketika musim hujan, pengeringan dapat dilakukan dengan menghamparkan kedelai setipis mungkin dalam suatu bangsal yang terbuat dari atap terpal/plastik.

Setelah pengeringan, dilakukan perontokan kedelai menggunakan mesin perontok dengan kapasitas kerja 300–500 kg/jam pada tingkat kadar air biji 14,3% susut tercecer 0,8-1,7%. Kadar air optimum untuk perontokan kedelai brangkasan adalah 17–20%. Umumnya varietas kedelai berbiji kecil/sedang lebih tahan terhadap gaya impak dibandingkan dengan varietas kedelai berbiji besar. Untuk itu, putaran mesin perontok untuk kedelai berbiji besar harus lebih kecil (400-450 rpm) dari kedelai berbiji kecil (450-500 rpm).

Lebih lanjut, kadar air biji kedelai hasil perontokan masih perlu dikeringkan sampai kadar air aman untuk penyimpanan (9–12%), khususnya untuk tujuan benih. Dengan alat pengering resirkulasi untuk biji-bijian, pengeringan biji kedelai dilakukan secara bertahap sehingga mutu dan kadar airnya lebih seragam. Pada proses pengeringan benih, perlu diperhatikan ketahanan kedelai tiap varietas terhadap deraan suhu pengeringan. Sebagai contoh, untuk mencapai standar mutu benih sebar suhu optimum pengeringan benih kedelai varietas Kaba lebih besar (50–55?) dibandingkan dengan varietas Argomulyo (50.4?).

Benih kedelai dengan kadar air yang sesuai selanjutnya dilakukan sortasi. Untuk meningkatkan kapasitas sortasi dan mutu benih kedelai dapat menggunakan mesin sortasi tipe saringan lonjong model Balitkabi. Kapasitas alat sortasi benih kedelai dengan menggunakan tipe saringan lonjong mencapai 500 kg input benih/jam. 

Tahap terakhir dalam penanganan pascapanen adalah penyimpanan. Kadar air awal dan bahan kemasan merupakan kombinasi yang baik dalam mempertahankan kadar air dan memperkecil tingkat kerusakan benih. Benih kedelai yang dimasukan kedalam kantong plastik kemudian dibungkus dengan karung goni, pada kadar air awal 7-8% tidak berubah selama 5 bulan penyimpanan dibandingkan dengan yang dimasukkan hanya ke dalam karung goni. Bahkan benih dengan kadar air awal 10% dapat mempertahankan viabilitas benih sebesar 90% hingga lama penyimpanan 120 bulan.

Selain menggunakan kantong plastik (isi 5 kg) dan karung glangsi (isi 25 kg), penyimpanan benih kedelai dapat menggunakan beberapa wadah sederhana. Semua wadah diberi alas “seng” yang dilubangi secukupnya dengan paku seukuran setengah diameter benih kedelai. Di bawah alas diberi kantong-kantong berisi bongkahan kapur yang masih kuat menyerap air, atau abu sekam padi kering. Kain bahan kantong tersebut sebaiknya dari “cita” yang berlubang-lubang kasar. Setiap bulan isi kantong perlu diganti, guna mengefektifkan penyerapan uap air. Kapasitas penyimpanan benih kedelai dengan menggunakan gentong, termos dan kaleng pedaringan adalah sebesar 50 kg, 10-15 kg, dan 200 kg.

Sumber: Tastra, I.K. 2018. Teknologi Pascapanen Benih Kedelai. Dalam Pascapanen Benih Kedelai

0 Komentar
?
TAGS
Kedelai
Pascapanen
Penyimpanan
Bagikan:
facebook twitter whatsapp
Artikel Sebelumnya
Artikel Selanjutnya
Artikel Terkait
Lihat lebih banyak
Lentera DESA

Lentera DESA adalah platform edukasi dan pelatihan online di bidang agrokompleks (pertanian, perikanan, dan peternakan). Lentera DESA menyediakan ruang Diskusi untuk saling bertukar informasi dan menjalin relasi. Lentera DESA dikelola oleh Unit Sistem Informasi dan Media Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada


Copyright © 2021 | Lentera DESA
Beranda
Artikel dan Video
Informasi
Kontak