Hama tikus (Rattus spp.) merupakan salah satu hama ancaman utama dalam budidaya padi dan komuditas pertanian lainnya di Indonesia. Berbagai laporan menunjjak bahwa tikus tetap mampu bertahan dan berkembang biak pada musim hujan maupun musim kemarau. Namun, perlu diwaspadai bahwa dinamika populasi tikus pada musim kemarau memerlukan perhatian khusus.
Beberapa faktor yang dapat memengaruhi peningkatan populassi tikus di musim kemarau antara lain adalah tersedianya pakan sisa dan habitat bagi tikus serta kemampuan adaptasi tikus terhadap kekeringan. Pada lahan pertanian beririgasi, sisa-sisa pakan dari panen padi dan habitat perlindungan seperti pematang serta tanggul memungkinkan tikus bertahan hidup selama masa bera. Jika periode bera singkat, persediaan pakan tersisa lebih banyak, sehingga populasi tikus cenderung tidak turun secara signifikan bahkan di musim kemarau. Selain itu, tikus memiliki kemampuan beradaptasi terhadap kekurangan air dan pakan dengan bermigrasi atau bertahan di lubang-lubang yang lembap pada tanggul, pematang, dan ladang tidak tergarap.
Pendekatan pengendalian hama tikus harus dilakukan secara terpadu dengan menggabungkan beberapa metode untuk hasil yang efektif dan berkelanjutan. Berikut strategi yang direkomendasikan berdasarkan riset ilmiah:
- Pengendalian Hayati
Salah satu upaya pengendalian hayati yang dapat dioptimalkan adalah pelepasan burung hantu sebagai predator alami dan terbukti mampu menekan populasi tikus secara signifikan dan ramah lingkungan.
- Pengendalian Mekanis
Perburuan tikus secara massal pada lahan sawah atau gropyokan merupakan salah satu metode mekanis yang dapat dilakukan dan efektif mengurangi popualsi tikus dengan catatan dilaksanakan secara serentak. Selain itu, pendekatan mekanis yang dapat dilakukan adalah dengan memasang perangkap di sekitar sarang atau jalur perlintasan tikus.
- Sanitasi dan Modifikasi Habitat
Proses sanitasi atau membersihkan pematang dan menutup lubang aktif dapat dilakukan sebagai upaya mengurangi tempat persembunyian dan berkembangbiaknya tikus. Selain itu, pola pengairan yang tepat juga dapat mendukung dalam mengurangi populasi dan menekan perkembangbiakan tikus.
- Pengendalian Kimiawi
Proses pengendalian secara kimiawi dapat dilakukan ketika populasi tikus sudah melebihi ambang ekonomi. Rodentisida dapat digunakan dengan pengawasan terpadu agar tidak menimbulkan resistensi atau pencemaran lingkungan.
- Pengendalian Terpadu dan Partisipatif
Trap Barrier System (TBS) dapat diterapkan sebagai solusi pengendalian terpadu yang menggunakan tanaman perangkap, pagar plastik, dan perangkap bubu untuk menarik serta menangkap tikus secara massal dan berkelanjutan di lahan pertanian. Selain itu, untuk mendukung kegiatan tersebut diperlukan juga kapasitas SDM pertanian yang memadai dan dapat dioptimalkan melalui kegiatan penyuluhan berkelanjutan.
Keberhasilan pengendalian hama tikus di musim kemarau sangat bergantung pada sinergi metode hayati, mekanis, kimiawi, serta kolaborasi antar petani. Saat pakan tersisa dan habitat tersedia, populasi tikus cenderung naik atau bertahan tinggi, sehingga pemantauan periodik dan aksi terpadu menjadi kunci utama. Pendekatan berbasis komunitas dan teknologi kini semakin dibutuhkan guna menjaga produktivitas sektor pertanian.
Referensi:
Mahendra, M.I., Jamaluddin, dan Jumri. 2022. Perbandingan efisiensi dan efektivitas pengendalian hama tikus (Rattus tiomanicus) dengan cara kimiawi dan biologi di PT. Tritunggal Sentra Buana. Jurnal Agriment 7 (1): 26 – 32.
Melhanah, Warismun, dan Giyanto. 2011. Analisis serangan tikus sawah pada tanaman padi selama musim kemarau dan musim hujan di Kalimantan Tengah. Jurnal Agri Peat 12 (1).