Saat ini pertanian di Indonesia mulai memasuki era urbanisasi yang tumbuh semakin cepat, konsep pertanian dan peternakan di tengah kota atau biasa dikenal dengan istilah urban farming menjadi salah satu solusi inovatif untuk mengoptimalkan penggunaan lahan yang terbatas. Hal ini menjadi alternatif bagi masyarakat Indonesia untuk berwirausaha, tetapi juga berkontribusi pada keberlanjutan lingkungan. Pertumbuhan populasi manusia semakin cepat dan permintaan akan pangan meningkat, maka perlu adanya strategi yang efektif untuk memenuhi kebutuhan tersebut tanpa mengorbankan kesempurnaan alam. Salah satu cara yang ditawarkan oleh ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini adalah melalui prinsip-prinsip peternakan ramah lingkungan di tengah-tengah kota, atau yang biasa disebut sebagai "urban farming." Konsep ini tidak hanya fokus pada produksi pangan saja, tapi juga pada pengelolaan sumber daya secara efisien serta tanggung jawab terhadap lingkungan hidup kita bersama. Kegiatan pertanian di area perkotaan mampu memanfaatkan lahan agar dapat menghasilkan produk pertanian dan peternakan. Gangga Murcita Wisudanta salah satu Alumni Fakultas Peternakan UGM mulai mengembangkan lahan seluas 2.000 m² dengan memisahkan area untuk homestay dan farm, dengan bertujuan untuk menciptakan pengalaman unik bagi pengunjung yang menginap, dan memungkinkan pengunjung dapat berinteraksi langsung dengan alam melalui kegiatan berkebun. Peternakan tradisional telah lama diketahui memiliki dampak negatif terhadap lingkungan. Aktivitas-aktivitas seperti pembukaan hutan untuk membuat ladang, penggunaan pestisida kimia, dan emisi gas rumah kaca (GHG), termasuk gas metana dari sapi, merupakan beberapa contoh nyata bagaimana peternakan bisa menyebabkan kerusakan lingkungan. Gas metan sendiri merupakan salah satu GHG yang paling kuat dalam hal potensi pemanasan global setelah karbon dioksida.
Menurut data IPCC (Intergovernmental Panel on Climate Change), sekitar sepertiga dari semua emisi GRK berasal dari sektor agraria, termasuk peternakan. Hal ini menunjukkan betapa besar perannya peternakan dalam masalah iklim global. Oleh karena itu, penerapan praktik peternakan yang ramah lingkungan sangatlah diperlukan agar kita dapat mengurangi beban iklim dan menjaga keseimbangan ekologis. Menurut penelitian, aktivitas peternakan, terutama dari ternak ruminansia, menghasilkan gas metan yang signifikan, yang berkontribusi pada pemanasan global. Mengadopsi metode yang lebih berkelanjutan, seperti pengelolaan limbah ternak dan penggunaan pakan berkualitas tinggi, emisi ini dapat diminimalkan. Seiring dengan perkembangan teknologi, peternak harus adaptif terhadap inovasi baru. Penggunaan pemasaran digital dan aplikasi berbasis teknologi dapat membantu peternak menjangkau pasar yang lebih luas. Selain itu, penerapan sistem pemantauan emisi gas metana melalui aplikasi juga menjadi langkah maju dalam mengelola dampak lingkungan dari kegiatan peternakan.