Musim kemarau tahun ini di sebagian besar wilayah Indonesia diperkirakan berlangsung pendek dengan intensitas normal dan lebih basah. Kondisi itu berpotensi menguntungkan atau dapat mengikis proyeksi penurunan produksi beras asal sejumlah faktor pendukung produksi beras dipahami dan dijaga dengan baik.
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memprediksi fenomena El Nino tahun ini akan menuju netral pada Mei-Juli. Kemudian pada Juli-September 2024, fenomena itu berpotensi beralih menjadi La Nina lemah.
Awal musim kemarau di sebagian besar wilayah Indonesia diperkirakan terjadi pada Mei hingga Juli 2024. Puncak kemarau di sebagian besar wilayah tersebut akan terjadi pada Juli atau Agustus 2024.
Guru Besar Fakultas Pertanian IPB University Dwi Andreas Santosa, Selasa (28/5/2024), mengatakan, kondisi musim kemarau 2024 berpotensi mengikis proyeksi penurunan produksi beras. Penurunan produksi beras yang semula diperkirakan sebesar 1,5 juta ton tahun ini berpotensi berkurang menjadi 0,6 juta ton.
Namun, sejumlah faktor penopang produksi beras harus dipahami dan dijaga dengan baik. Pertama, harga gabah kering panen (GKP) di tingkat petani perlu dijaga minimal sesuai harga pembelian pemerintah (HPP), yakni Rp 6.000 per kg.
"Dengan begitu, petani pasti akan lebih semangat menanam padi kendati musim kemarau di sejumlah daerah datang lebih awal. Mereka pasti akan melakukan berbagai cara untuk mendapatkan air," katanya.
Kedua, lanjut Dwi, musim kemarau normal dan lebih basah akan menguntungkan daerah-daerah pertanian irigasi atau dekat sumber-sumber air, seperti sungai, danau, dan embung. Khusus daerah pertanian yang bergantung pada sumber air nonirigasi, bantuan pompa air sangat diperlukan.
Upaya itu penting mengingat musim tanam (MT) II padi di banyak daerah baru berlangsung pada Juni 2024 atau memasuki musim kemarau. Hal itu terjadi lantaran MT I dan musim panen MT I mundur.
"Di sisi lain, kondisi kemarau tahun ini tetap akan menyulitkan petani penggarap sawah tadah hujan. Kendati curah hujan pada musim kemarau di daerah tersebut di atas normal, air hujan itu tidak akan cukup menjadi sumber air sawah tadah hujan," katanya.
Di samping itu, Dwi menambahkan, perlu dicermati juga daerah-daerah sentra beras yang masih mengalami hujan lebat di tengah peralihan musim. Antisipasi banjir perlu dilakukan agar tidak menggangu produksi beras di daerah-daerah tersebut.
Untuk itu, Kementerian Pertanian (Kementan) perlu memetakan daerah-daerah pertanian berdasarkan karakter kemaraunya. Setelah terpetakan, fokuskan menggenjot produksi beras di daerah-daerah dengan sumber air yang masih mencukupi.
Sesuaikan juga bantuan-bantuan sarana dan prasarana pertanian sesuai kebutuhan daerah-daerah tersebut. Jangan sampai bantuan pompa air salah sasaran atau diterima petani di daerah yang tidak ada sumber air.
Sumber: kompas.id