Mohon lengkapi data di bawah ini sebelum melanjutkan.

isu pertanian
Stereotip dan Pendidikan Tinggi, Faktor Dibalik Sulitnya Regenerasi Petani
Admin
31 Januari 2022
717 kali dilihat
facebook twitter whatsapp
artikel
Stereotip dan Pendidikan Tinggi, Faktor Dibalik Sulitnya Regenerasi Petani.

Seiring dengan perkembangan zaman, petani tidak lagi menjadi profesi yang diminati. Data Kementerian Pertanian menunjukkan bahwa terjadi penurunan jumlah tenaga kerja di sektor pertanian sebesar 1.080.722 jiwa dari tahun 2017 ke tahun 2018. Meskipun lahan pertanian cenderung mengalami perluasan, minat pekerja untuk terjun dalam sektor pertanian mengalami penurunan. Penurunan tingkat penyerapan tenaga kerja di sektor pertanian menjadi hal yang cukup memprihatinkan mengingat ketahanan pangan nasional bertumpu pada sektor ini. 

Foto: kabartani.com

Sulitnya upaya peningkatan penyerapan tenaga kerja di sektor pertanian khususnya regenerasi petani merupakan hal yang kompleks dengan berbagai permasalahan seperti  akses, keluarga, serta isu pendidikan yang lebih spesifik yaitu putus sekolah. Adanya stereotip di masyarakat mengenai petani juga turut menyulitkan regenerasi petani. Stereotip yang pertama adalah pertanian erat kaitannya dengan eksistensi laki-laki. Pewarisan lahan umum diberikan kepada anak laki-laki sedangkan perempuan hanya bisa menjadi istri dari pemilik lahan sehingga perempuan tidak memiliki hak untuk ikut andil dalam penentuan keputusan untuk menggadaikan lahan atau menjualnya. Oleh karena itu, anak-anak perempuan jarang melanjutkan pekerjaan sebagai petani karena menganggap petani berada di domain laki-laki. Stereotip yang kedua adalah petani identik dengan pekerjaan yang jauh dari kemapanan serta kesejahteraan. Menjadi petani dianggap tidak menguntungkan karena kadang kala ongkos produksi melampaui harga jual dari hasil tanam. Generasi muda juga merasa bahwa menjadi petani bukanlah keputusan yang baik karena tidak bisa menaikkan status sosial mereka serta tingkat pendidikan yang tinggi dianggap tidak sepadan dengan profesi ini. Peran keluarga dan lingkungan kemudian melegitimasi stereotip kehidupan petani yang sulit sejahtera menjadi hal yang lumrah terjadi dalam masyarakat sehingga petani merupakan opsi terakhir untuk dipilih bahkan di dalam keluarga petani itu sendiri.

Selain stereotip, pendidikan tinggi juga menjadi dilema bagi regenerasi petani. Tingkat pendidikan anak petani berperan penting dalam meningkatkan kesejahteraan keluarga petani, Akan tetapi sebagian besar keluarga petani beranggapan bahwa pendidikan tidak terlalu penting karena hanya berujung pada mencari kerja yang sebenarnya bisa langsung dilakukan di sektor pertanian tanpa menempuh proses pendidikan tinggi. Intervensi dari orang tua serta kondisi ekonomi yang kurang memadai sering menjadi alasan putus sekolah di antara anak-anak petani. Bahkan dalam suatu penelitian di suatu desa, fenomena putus sekolah anak yang berasal dari keluarga petani ditemukan mencapai 70%. Padahal, generasi muda sebagai sumber daya manusia di bidang pertanian memang memerlukan perbaikan serta peningkatan pendidikan dan keterampilan agar sesuai dengan kebutuhan dan mampu melakukan inovasi yang meningkatkan produktivitas pertanian

Masyarakat berperan penting dalam membangun optimisme terhadap masa depan dunia pertanian khususnya peran orangtua yang diharapkan dapat mendukung anaknya untuk terjun dalam sektor pertanian.  Di sisi yang lain, keberhasilan regenerasi petani muda bisa didapatkan dengan dukungan keuangan serta pendidikan tinggi sehingga anak dari keluarga petani mau melanjutkan profesi ini dan mampu melakukan inovasi-inovasi di dunia pertanian. Terdapat ide yang berkembang untuk menarik generasi muda ke dalam pertanian, selain berusaha mendorongnya menjadi petani secara langsung, juga ditawarkan untuk profesi lain, yakni pengusaha pangan (food entrepreneurs), ilmuwan, dan penyuluh pertanian (extension agents). Namun, untuk mendapatkan hasil yang lebih signifikan, maka pemerintah perlu membantu petani muda untuk akses kepada lahan, kredit perbankan, pendidikan, serta keterampilan teknis yang memadai.

Sumber: Oktafiani, I., Sitohang, M.Y., dan Saleh, R. (2021). Sulitnya Regenerasi Petani pada Kelompok Generasi Muda. Dalam Jurnal Studi Pemuda 10 (1): 1-17.

0 Komentar
?
TAGS
Petani
RegenerasiPetani
GenerasiMuda
Bagikan:
facebook twitter whatsapp
Artikel Sebelumnya
Artikel Selanjutnya
Artikel Terkait
Lihat lebih banyak
Lentera DESA

Lentera DESA adalah platform edukasi dan pelatihan online di bidang agrokompleks (pertanian, perikanan, dan peternakan). Lentera DESA menyediakan ruang Diskusi untuk saling bertukar informasi dan menjalin relasi. Lentera DESA dikelola oleh Unit Sistem Informasi dan Media Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada


Copyright © 2021 | Lentera DESA
Beranda
Artikel dan Video
Informasi
Kontak