Lahan kering, sebagai hamparan tanah tak pernah tergenang air sebagian besar waktu dalam setahun, semakin menarik perhatian. Lahan kering masam, dengan pH rendah, kapasitas tukar kation (KTK), kejenuhan basa (KB), dan C-organik rendah, mencirikan tantangan tersendiri.
Tingginya kejenuhan aluminium, fiksasi P tinggi, serta kandungan besi dan mangan mendekati batas meracuni tanaman menjadikan karakteristik khas. Erosi dan kekurangan unsur biotik turut menyulitkan, sementara curah hujan tinggi di Indonesia mempercepat kehilangan basa dan meningkatkan kejenuhan aluminium.
Indonesia mengelompokkan lahan masam berdasarkan klasifikasi tanah dan fisiografi. Sepuluh ordo tanah, termasuk Histosols dan tanah aquik, diidentifikasi sebagai lahan basah. Lahan kering dibagi menjadi masam dan non-masam berdasarkan kemasaman tanah.
Lahan kering masam, dengan pH < 5,0 dan kejenuhan basa < 50%, menghadapi tantangan distrik. Sebaliknya, lahan kering non-masam, pH > 5,0 dan kejenuhan basa > 50%, mendukung keberlanjutan dengan sifat eutrik.
Ordo tanah, seperti Entisols, Inceptisols, Ultisols, Oxisols, dan Spodosols, dominan pada lahan kering masam, terutama di daerah beriklim basah. Di sisi lain, lahan kering non-masam, yang cenderung di daerah beriklim kering, dihuni oleh ordo Inceptisols, Vertisols, Mollisols, Andisols, dan Alfisols.
Menelusuri keunikannya, tanah masam membuka jendela luas bagi pemahaman lebih dalam tentang lingkungan pertanian dan pengelolaan sumber daya tanah di Indonesia.
Sumber: pertanian.go.id