Spodoptera litura Fabricius, yang umumnya dikenal sebagai ulat grayak, adalah salah satu hama utama yang menyerang tanaman kedelai dan beberapa jenis tanaman penting lainnya di Indonesia. Serangan dari ulat grayak ini dapat menyebabkan kerusakan yang signifikan, bahkan dapat mengakibatkan kehilangan hasil pada tanaman kedelai. Gejalanya tampak jelas, dengan daun yang berlubang karena larva memakan jaringan daun hingga hanya menyisakan epidermis dan tulang daun.
Pengamatan menunjukkan bahwa ulat grayak ini sering menyerang tanaman kedelai di berbagai sentra produksi di Indonesia, termasuk Aceh, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat, Sulawesi Selatan, dan Sulawesi Tengah. Petani biasanya mengendalikan hama ini dengan menggunakan pestisida sintetik. Namun demikian, penggunaan pestisida ini memiliki dampak negatif terhadap kesehatan manusia dan ekosistem alam. Oleh karena itu, diperlukan alternatif pengendalian yang lebih ramah lingkungan.
Beberapa teknologi pengendalian telah diteliti dan terbukti efektif dalam mengatasi ulat grayak ini. Di antaranya adalah penggunaan Spodoptera litura nuclear polyhedrosis virus (SlNPV) dengan tingkat efektivitas mencapai 50-100%, cendawan entomopatogen Beauvaria bassiana (51-93%), Metarhizium anisopliae (93-100%), Nomuraea rileyi, dan Lecanicillium lecanii (80-85%), serta penggunaan parasitoid (13-56%). Selain itu, terdapat juga predator seperti Forficula auricularia yang memiliki tingkat efektivitas mencapai 96%, serta nematoda entomopatogen Steinernematidae (30-51%) dan pestisida nabati (lebih dari 30%).
Selain menggunakan agen pengendali hayati, penggunaan tanaman perangkap dan varietas tanaman yang tahan terhadap serangan ulat grayak juga menjadi salah satu strategi yang efektif. Penerapan yang tepat dari berbagai metode pengendalian ini akan mendukung perkembangbiakan spesies tersebut di alam, sehingga terjadi siklus rantai makanan yang seimbang dan berkelanjutan.
Kombinasi berbagai komponen pengendalian ini dapat dimasukkan ke dalam kerangka pengendalian terpadu, yang bertujuan untuk menekan serangan ulat grayak, memastikan tanaman berproduksi secara optimal, menjaga keseimbangan ekosistem, menurunkan residu pestisida, serta mencapai sistem pertanian yang berkelanjutan.
Dengan demikian, upaya pengendalian hama ulat grayak pada tanaman kedelai bukan hanya akan memberikan perlindungan terhadap tanaman, tetapi juga akan berkontribusi pada keberlanjutan lingkungan dan pertanian yang lebih baik di Indonesia.
Sumber: media.neliti.com