Selain kudapan tahu, Kabupaten Sumedang juga terkenal dengan salah satu makanan khas lainnya, yakni ubi Cilembu. Lantas bagaimanakah cikal bakal ubi cilembu ini hingga bisa sampai tersohor seperti sekarang ini?
Salah seorang petani sekaligus pengusaha ubi di Desa Cilembu Suhaya (70) mengungkapkan, tradisi menanam ubi di Desa Cilembu diawali oleh beberapa tokoh warga sekitar tahun 1960-an atau 1970-an.
"Dulu mah yang punya lahan perkebunan atau pertanian itu paling beberapa tokoh warga saja di antaranya seperti Pak Kuwu Hormat, Pak Adri, Pak Olot Tanu, Pak Lebe, Pak Olot Darma. Jadi hanya mereka yang nanam ubi dan warga sebagai buruh taninya," ungkap Suhaya
Ubi yang ditanam kala itu hanya beberapa petak lahan di sekitaran pinggiran sebuah situ yang bernama situ Citali. Ubi biasanya ditanam setahun sekali di lahan persawahan pasca panen padi. Namun sayang, situ Citali sendiri keberadaannya kini hanya menyisakan sebuah mata air berbentuk sumur.
"Makanya dulu itu lahannya hanya beberapa petak saja karena hanya saguliwek (hanya lahan itu-itu saja) di sekitaran situ saja. Sebab, kalau lahannya ada di dataran atas kan pastinya bakal kekurangan pasokan air," terangnya.
Suhaya mengatakan, kala itu hasil panen ubi dari Desa Cilembu biasanya dijajakan atau dijual oleh warga Linggar, Kecamatan Rancaekek dengan cara dipikul dengan sebuah alat pikulan. Mereka menjualnya hingga ke daerah luar di sekitaran Sumedang.
"Jadi dulumah mau ke daerah Cibiru, Majalaya, Sumedang atau daerah lainnya itu tetap jualnya ya dengan cara dipikul jalan kaki lantaran kendaraan saat itu masih jarang," terangnya.
Budidaya ubi sendiri mulai ramai seiring para tokoh desa memberikan izin kepada warga untuk menanam di lahan miliknya. Bukan hanya menanam, warga Desa Cilembu pun menjadi tertarik untuk menjualnya sendiri.
"Jadi setelah orang-orang Linggar berhenti jualan ubi seiring banyaknya warga setempat juga yang jualan ubi maka seiring itu pula para penjualnya pun menjadi dikuasai sama penduduk Cilembu sendiri," terangnya.
Namun, kata Suhaya, perkembangan ubi Cilembu paling signifikan terjadi saat Kuwu atau Kepala Desa dipimpin oleh sosok yang bernama Kuwu Daud. Kuwu Daud diketahui adalah mantan TNI AD. Dialah yang cukup aktif mempromosikan keberadaan ubi Cilembu.
"Keberadaan ubi Cilembu oleh Kuwu Daud dipromosikan kemana-mana bahkan dimasukan ke koran saat itu, seperti semisal informasi terkait soal stok ubi Cilembu setiap bulannya," tuturnya.
Hal senada diungkapkan oleh Kepala Desa Cilembu, Asep Suhara (55). Geliat perkembangan ubi cilembu mulai tampak sekitar tahun 1982 atau saat kepala desanya dijabat oleh sosok bernama Daud Suhayat.
Saat itu, sambung Asep, terjadi pemekaran desa. Desa Cilembu yang awalnya masuk ke Desa Haurngombong menjadi desa yang berdiri sendiri.
"Jadi dulumah Desa Cilembu ini masuknya Desa Haurngombong lalu ada pemekaran jadi tiga desa yaitu Desa Haurngombong, Desa Cilembu dan Desa Mekarbakti," ungkap Asep
Sejak adanya pemekaran desa, komoditas ubi cilembu pun mulai menggeliat keberadaannya. Ubi cilembu mulai dilirik seiring dengan banyaknya kunjungan tamu baik itu dari instansi pemerintahan maupun dari instansi lainnya.
Hal itu berkenaan dengan sebuah tradisi berupa suguhan makanan para tamu. Makanan yang disajikan adalah makanan khas warga sekitar yakni bubui boled (ubi bakar).
"Sebelum tahun 1982, keberadaan ubi cilembu itu biasa-biasa saja, setelah ada pemekaran dengan banyaknya tamu ke Desa Cilembu seperti dari jajaran pejabat atau pegawai provinsi atau kalau instansi pendidikan itu dari unpad, warga saat itu biasanya menyuguhkan dengan sajian makanan berupa bubui boled," paparnya.
Keberadaan ubi cilembu semakin banyak diminati sejak adanya inovasi berupa penyajian ubi dengan cara dioven. Dengan cara ini, ubi cilembu memiliki kualitas dan karakter yang khas.
"Ternyata setelah dioven kualitas rasa ubinya lebih bagus dan saat itu setiap ada tamu dikasih oven ubi. Seiring berjalannya waktu oven ubi cilembu pun semakin dikenal," paparnya. Asep menyebut, komoditas ubi telah berdampak sangat signifikan bagi kehidupan warga. Terlebih itu terjadi pada sekitaran tahun 2000-an seiring banyaknya kios ubi cilembu yang tersebar di beberapa daerah di Indonesia seperti di antaranya di Kalimantan, Sumatera, Lombok, Jawa Timur, Jawa Tengah dan daerah lainnya.
"Pada tahun 2000-an penghasilan warga jadi meningkat dan pengangguran pun mulai berkurang, karena dari komoditas ubi ini bisa membuka lapangan pekerjaan bagi warga," terangnya.
Asep menambahkan, saat ini kurang lebih ada ratusan ton ubi yang keluar dari Desa Cilembu untuk memenuhi pasokan bagi daerah lain di Indonesia. Bahkan beberapa di antaranya telah berhasil menembus pasar ekspor ke luar negeri.
"Data pastinya tidak ada tapi ada sekitar ratusan ton ubi yang keluar setiap bulannya dari desa Cilembu baik untuk daerah termasuk ekspor ke luar negeri," terangnya.
Sumber: detik.com