Empat masalah pokok yang berhubungan dengan hama pasca panen dan pengendaliannya telah di kategorikan oleh Haines (1982) dan Morallo-Rejesus (1982) yang ditujukan untuk pengembangan pengelolaan hama terpadu.
a. Informasi dan pengertian masalah hama di gudang sangat terbatas Kurang kenal terhadap jenis-jenis hama menyebabkan pencatatan hama tersebut selama observasi di lapangan tidak akurat. Kurangnya pengetahuan tentang karakteristik biologis dan ekologis hama serta faktor-faktor penyebab kerusakan komoditi di gudang menyebabkan kesulitan dalam menentukan teknik pengendalian yang tepat. Langkanya informasi akurat tentang estimasi kehilangan suatu komoditi pasca panen akibat serangan hama di berbagai gudang yang berbeda menyebabkan keterlambatan tindakan pengendalian. Kerusakan biji atau bentuk komoditi lain selama pengolahan misalnya luka, memudahkan hama primer dan sekunder serta mikroorganisme menyerang.
b. Fasilitas gudang kurang memadai Di daerah tropika sekitar 80 -90% biji-bijian disimpan di gudang di daerah pedesaan dan hanya sekitar 10 – 20% disimpan di gudang perkotaan. Di Indonesia gudang petani sekitar 60% dan di Filipina sekitar 40 – 60% (Ebron dkk., 1979). Bentuk gudang tradisional sangat bervariasi, ada yang menyatu dengan tempat tinggal di dalam rumah atau di luar rumah dan terbuka sehingga hama mudah menginfestasi. Lain halnya dengan gudang permanen yang terbuat dari beton, baja, seng dan dilengkapi dengan pengaturan ventilasi dan dijaga kebersihannya maka infestasi hama relatif kurang.
c. Informasi tentang metode pengendalian yang efektif masih kurang 2 Suatu hal penting yang harus diketahui ialah bahwa tidak ada metode pengendalian tunggal yang bersifat ‘panacea’ yakni semacam obat penyembuh segala macam penyakit atau mampu mengatasi segala masalah hama. Berbagai teknik pengendalian yang tersedia harus dipadukan penggunaannya secara kompatibel. Pengendalian hama merupakan bagian integral dari proses penyimpanan suatu komoditi dan penyimpanan sendiri merupakan bagian dari sistem penanganan hasil panen. Proses yang terjadi pada komoditi sebelum masuk ke penyimpanan mempunyai efek tertentu terhadap penurunan kualitas dan kuantitas komoditi pasca panen tersebut. Penggunaan insektisida, rodentisida, dan otanic , masih tetap sebagai metode pengendalian hama yang utama khususnya untuk biji-bijian di ASEAN, terutama di tingkat gudang nasional. Masalah yang timbul sehubungan dengan penggunaan pestisida kimiawi tersebut adalah timbulnya resistensi dan resurgensi hama, residu pestisida dalam komoditi, gangguan kesehatan pekerja serta pencemaran lingkungan. Selain itu pengendalian hama yang efektif kurang didukung oleh peralatan yang memadai, petunjuk praktis yang standard tentang aplikasi pestisida, personalia yang trampil dan biaya yang cukup. Informasi aplikasi praktis feromon dan agens pengendalian hayati (predator, parasitoid dan pathogen) masih kurang. Demikian juga informasi tentang penggunaan debu inert, minyak sayur dan pestisida otanic seperti ekstrak ‘neem’, lada hitam masih kurang yang mana penggunaan bahan-bahan tersebut relevan dengan skala kecil di pedesaan.
d. Pengelolaan gudang kurang memadai Petani dan pengelola gudang sering tertipu atau terpedaya oleh kesan bahwa fasilitas gudang yang memadai dan pengeringan yang baik dipandang sudah cukup untuk mencegah infestasi hama. Suatu hal yang paling penting adalah sanitasi yang baik. Cara menyimpan harus baik, komoditi yang dikemas dengan karung supaya disusun dengan teratur di atas ‘flonder’ (kayu ganjal), tidak langsung di atas lantai. Stok lama tidak dicampur dengan stok baru agar tidak terjadi infestasi silang dari stok lama ke stok baru. Penggunaan karung bekas, karung tersebut harus difumigasi agar tidak menjadi sumber infestasi hama. Demikian juga alat transportasi seperti truk, perahu dan alat lainnya harus dibersihkan dulu bila perlu difumigasi agar komoditi yang sudah bebas hama selama perjalanan tidak terserang oleh hama yang bersumber dari alat transportasi tersebut. Tak ketinggalan alat-alat yang digunakan dalam gudang harus dibersihkan dari hama. Mutasi komoditi mengikuti cara “fifo”; yakni first in first out.
Sumber : https://ugm.ac.id
(MP3_S)