Selepas kuliah, sebagian besar orang biasanya langsung mencari pekerjaan kantoran. Hal ini sangat wajar terlebih bagi masyarakat Indonesia, pekerjaan kantoran merupakan salah satu pilihan yang paling strategis.
Bekerja dan kemudian mempunyai jabatan di perusahaan dengan reputasi yang baik adalah cita-cita banyak orang. Apalagi jika mereka sejak awal memang berniat serius dan membangun karir di suatu perusahaan.
Hal ini masih ditambah stigma masyarakat yang menilai pekerja kantoran akan memberikan jaminan kemapanan dan masa depan yang lebih cerah dibanding orang yang berwirausaha. Namun stigma tersebut perlahan mulai luntur.
Sebagian orang dengan latar belakang pendidikan tinggi tidak selalu ingin bekerja di perusahaan. Bahkan pekerjaan yang mereka geluti jauh dari penampilan rapi, berdasi, dan kerja di ruangan yang dilengkapi dengan pendingin atau AC.
Contohnya pekerjaan sebagai petani. Meskipun belakangan ini semakin sedikit kaum milenial yang enggan bertani, kenyataanya masih tetap ada lulusan perguruan tinggi yang memilih untuk menekuni pekerjaan nonformal ini.
Lulusan Sarjana Matematika
Menjadi petani merupakan pilihan hidup Muslin Mirontoneng. Begitu lulus sebagai sarjana muda matematika tahun 2014 silam, Muslin memilih pulang ke kampungnya di Kabupaten Kepulauan Sangihe untuk belajar menjadi petani.
Ada alasan kuat yang mendorong Muslim untuk membangun kampung halamannya lewat pertanian. Ia melihat kondisi daerahnya yang sangat tergantung pada suplai bahan hortikultura dan pangan dari luar daerah.
Begitu lulus kuliah dan diwisuda sebagai sarjana Pendidikan Matematika pada tahun 2014, Muslin langsung memutuskan untuk pulang ke kampungnya, di Desa Malamenggu, Kecamatan Tabukan Selatan, Kabupaten Kepulauan Sangihe. Meskipun bukan lulusan di bidang pertanian, tekad Muslin untuk menjadi petani sudah bulat.
Sejak saat itu, ia mulai memanfaatkan lahan yang ada dengan menanam rica dan tomat. Muslin juga terus belajar cara memupuk serta mencegah dan mengobati tanaman dari serangan hama.
“Meski saat itu ada yang sempat berkata miring dengan pilihan saya dengan kata jauh- jauh sekolah, pulang kampung hanya jadi petani. Namun tidak memadamkan semangat saya,” ungkap pria yang menjabat sebagai Ketua Komunitas Petani Muda Sangihe ini.
Dua tahun pertama, ungkap Muslin, dirinya belajar mengenai pola pertanian modern. Dari situ, dirinya mengetahui pola yang selama ini diterapkan para petani di daerahnya kurang efektif. Setelah mulai paham mengenai pertanian, ia kemudian mengajak teman-teman seusianya untuk menjadi petani.
“Saya tidak malu-malu bercerita pada mereka kalau kalau apa yang saya yakini dan kerjakan bisa digunakan untuk membiayai pendidikan adik saya sampai selesai sekolah,” kenang pemuda 30 tahun itu.
7 Tahun Menjadi Petani Muda
Dalam perjalanannya selama 7 tahun menjadi petani muda, Muslin sukses menanam pangan lokal berupa ubi jalar, ubi kayu, talas, dan juga tanaman sayuran, seperti tomat, cabe, sawi, dan kacang panjang.
Saat ini, Muslin juga mengembangkan tanaman buah seperti nanas, pepaya dan semangka. Dengan pola pertanian yang diterapkan, Muslin sudah sangat membantu memenuhi kebutuhan hortikultura dan pangan di Kabupaten Kepulauan Sangihe terutama melalui Komunitas Petani Muda Sangihe.
Meskipun ada saja kendala yang dihadapi, seperti kenaikan harga sarana produksi (saprodi) pertanian dan juga sering terjadinya bencana alam berupa angin kencang disertai dengan hujan lebat yang membuat kegagalan panen, sejauh ini pendapatan yang dia peroleh dari hasil bertani sudah lebih dari cukup.
“Untuk pendapatan saya tergantung dari luas lahan. Tetapi sampai saat ini saya merasa cukup dengan pendapatan menjadi petani,” bebernya.
Menurutnya, menjadi petani di Sangihe asyik, dibandingkan daerah lainnya. Hal ini disebabkan Sangihe memiliki petani yang tergolong sedikit sehingga bantuan stimulan Pemkab Sangihe tergolong banyak.
“Namun kuncinya adalah buktikan dulu hasil anda, pemerintah pasti akan menunjangnya berupa bantuan-bantuan,” tegas Muslin.
Prinsip Menjadi Petani Sukses
Bagi kaum milenial, menjadi petani memang tidaklah mudah. Apalagi para lulusan perguruan tinggi memiliki kecenderungan untuk bekerja sebagai pegawai negeri sipil (PNS) maupun bekerja kantoran di perusahaan.
Karena itu, Muslin berpesan kepada anak muda yang saat ini sudah menyelesaikan pendidikan, baik di tingkat SMA maupun perguruan tinggi untuk tidak hanya memandang PNS atau karyawan sebagai pekerjaan.
Menurutnya, banyak pekerjaan yang bisa menghasilkan uang seperti bertani sehingga jangan melihat petani itu dari kotornya. Anak-anak muda sesekali perlu berkunjung ke kebunnya dan menghitung tanamannya. Dari situ, akan bisa diketahui berapa pendapatan petani tersebut.
Sektor pertanian, lanjut Muslin, juga merupakan salah satu usaha yang tidak tergoyahkan saat pandemi Covid-19 lalu. Tentu, hal ini berlaku bagi petani yang serius dalam menjalankan pekerjaannya, bukan petani hanya saat adanya bantuan.
“Mungkin jadi PNS merupakan primadona bagi sebagian orang, tapi jadi petani adalah pilihan. Yang mengatur waktu adalah anda sendiri, yang memerintah anda sendiri, bisa dikatakan petani itu kerja tanpa tekanan dan tanpa atasan, karena anda sendiri yang jadi bosnya,” tutup Muslin.
Sumber: trenasia.com