Mohon lengkapi data di bawah ini sebelum melanjutkan.

tips
Mengenal DDT
Admin
10 Februari 2020
130 kali dilihat
facebook twitter whatsapp

Persistent Organic Pollutants (POPs) merupakan senyawa organik yang relatif bertahan lama di lingkungan karena sulitnya senyawa-senyawa ini terdegradasi melalui proses kimia, biologi, dan fotolisis. Senyawa ini sukar larut di dalam air tetapi cenderung larut dalam lemak. Oleh karena sifatnya ini, POPs cenderung bersifat akumulatif dan bertahan di lingkungan. Selain itu, senyawa ini juga bersifat semivolatil sehingga dapat berada dalam fase uap ataupun terserap di dalam partikel debu, sehingga POPs dapat menempuh jarak yang jauh di udara (longrange air transport) sebelum akhirnya terdeposisi di bumi [1]. POPs merupakan senyawa yang sudah dilarang perdagangan dan penggunaanya di dalam konvensi Stockholm [2]. Dari beberapa bentuk senyawa POPs, senyawa insektisida organoklorin yang paling bertahan lama dan mempunyai sifat bioakumulasi, diantaranya adalah Dichlorodiphenyltrichloroethane (DDT).

Senyawa DDT merupakan kepanjangan dari Dichoro Diphenyl Trichlorethane (DDT) diproduksi dengan menyam­purkan chloralhydrate dengan chlorobenzene.

Bahaya Penggunaan DDT

Bahan racun DDT sangat persisten (tahan lama, berpuluh-puluh tahun, bahkan mungkin sampai 100 tahun atau lebih), bertahan dalam lingkungan hidup sambil meracuni ekosistem tanpa dapat didegradasi secara fisik maupun biologis, sehingga kini dan di masa mendatang kita masih terus mewaspadai akibat-akibat buruk yang diduga dapat ditimbulkan oleh keracunan DDT . Pengaruh buruk DDT terhadap lingkungan sudah mulai tampak sejak awal penggunaannya pada tahun 1940-an, dengan menurunnya populasi burung elang sampai hampir punah di Amerika Serikat. Dari pengamatan ternyata elang terkontaminasi DDT dari makanannya (terutama ikan sebagai mangsanya) yang tercemar DDT. DDT menyebabkan cang¬kang telur elang menjadi sangat rapuh sehingga rusak jika dieram.

Dua sifat buruk yang menyebabkan DDT sangat berbahaya terhadap lingkungan hidup adalah:

  • Sifat kelarutan DDT: ia tidak larut dalam air tapi sangat larut dalam lemak. Makin larut suatu insektisida dalam lemak semakin mudah DDT menembus kulit

  • Sifat DDT yang sangat stabil dan sangat sukar terurai sehingga cenderung bertahan dalam lingkungan hidup, masuk rantai makanan (foodchain) melalui bahan lemak jaringan mahluk hidup.

Karena sifatnya yang stabil dan persisten, DDT bertahan sangat lama di dalam tanah; bahkan DDT dapat terikat dengan bahan organik dalam partikel tanah. Dalam ilmu lingkungan DDT termasuk dalam urutan ke 3 dari polutan organik yang persisten (Persistent Organic Pollutants, POP), yang memiliki sifat-sifat berikut:

1) tak terurai melalui penguraian cahaya, biologis maupun secara kimia,

2) berhalogen (biasanya klor),

3) daya larut dalam air sangat rendah,

4) sangat larut dalam lemak,

5) mudah menguap,

6) di udara dapat dipindahkan oleh angin melalui jarak jauh,

7) terakumulasi dalam tubuh,

8) daya racun meningkat sepanjang rantai makanan

Kebiasaan petani dalam menggunakan pestisida kadang – kadang menyalahi aturan , selain dosis yang digunakan melebihi takaran petani juga sering mencampur beberapa jenis pestisida. Hal ini akan memperbanyak residu pestisida di lingkungan dan menimbulkan dampak lebih besar bagi lingkungan maupun kesehatan manusia. Penggunaan dan penyemprotan yang menyalahi aturan juga berdampak buruk bagi lingkungan dan manusia, karena pestisida merupakan senyawa kimiawi yang dibuat sebagai racun. Sifat dan potensi racun dari pestisida tidak hanya berlaku bagi hama yang menjadi target, namun mampu memberikan dampak negative terhadap lingkungan (tanah, air, tanaman yang dihasilkan) dan kesehatan manusia. ( keracunan, kecacatan, bahkan kematian).

Djajanto (1985) mengatakan bahwa 12 jenis pestisida yang dikategorikan ‘extremely’ atau ‘highly’ toksik bagi manusia maupun lingkungan oleh WHO terdapat 8 jenis di antaranya dipasarkan di Indonesia, yaitu, HCH atau Lindane, Chlordane atau Heptachlor, DDT, Aldrin (Dieldrin dan Endrin), Paraquat, Parathion, EDB dan 2,4,5 T.

Saatnya sekarang JIKA kita terpaksa menggunakan PESTISIDA perlu memperhatikan bahan aktif yang digunakan dan sebisa mungkin menggunakan etika pertanian, agar produk pertanian aman untuk dikonsumsi.

 

Artikel diolah dari berbagai sumber :

http://www.kelair.bppt.go.id/sib3popv25/POPs/DDT/ddt.htm

https://ejournal2.undip.ac.id/index.php/jkt/article/viewFile/526/411

Keslingmas Vol. 34 Hal. 224 - 297 Desember 2015

Ecolab Vol. 8 No. 2 Juli 2014 : 53 - 96

 

(MP3_S)

0 Komentar
?
TAGS
Bagikan:
facebook twitter whatsapp
Artikel Sebelumnya
Artikel Selanjutnya
Artikel Terkait
Lihat lebih banyak
Lentera DESA

Lentera DESA adalah platform edukasi dan pelatihan online di bidang agrokompleks (pertanian, perikanan, dan peternakan). Lentera DESA menyediakan ruang Diskusi untuk saling bertukar informasi dan menjalin relasi. Lentera DESA dikelola oleh Unit Sistem Informasi dan Media Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada


Copyright © 2021 | Lentera DESA
Beranda
Artikel dan Video
Informasi
Kontak